Mengenal Lebih Dekat Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Sang Diplomat Teladan
Oleh TIM PJJ Daring Amaliah Ramadhan MTs N 1 Cilacap
Biografi Abu Bakar
Abu Bakar Ash-Shiddiq lahir di Makkah dari seorang ayah bernama Utsman bin
Abu Quhafah dan seorang ibu Salamah, yang bergelar Ummul Khair. Nama asli Abu
Bakar adalah Abdul Ka’bah, namun setelah memeluk Islam, namanya berganti
menjadi Abdullah. Sedangkan nama Abu Bakar sendiri sejatinya diberikan langsung
oleh Rasulullah SAW yang artinya “Bapak anak unta muda”. Gelar tersebut
diberikan oleh Rasul karena Abu Bakar adalah orang yang bersegera memeluk agama
Islam, setelah sampai kepadanya risalah dakwah.
Lahir dari keluarga bangsawan, Abu Bakar sejak muda berprofesi sebagai
pedagang. Bahkan di umur yang ke-18, beliau sudah melakukan perjalanan ke
Suriah dan Yaman untuk misi perdagangan, sehingga tidak mengherankan jika Abu
Bakar termasuk sahabat Nabi yang dikenal kaya dan dermawan.
Kedermawanan Abu Bakar menjadikan beliau bergelar ‘Atiq, yang berarti orang
yang paling dermawan. Ringan tangannya Abu Bakar dibuktikan dengan menginfakkan
seluruh harta yang ia miliki untuk membiayai pasukan muslimin dalam perang Tabuk.
Selain bergelar ‘Atiq, Abu Bakar juga bergelar Ash-shiddiq, yang berarti orang
yang terpercaya. Gelar tersebut disematkan ke beliau setelah Abu Bakar
membenarkan peristiwa Isra’ & Mi’raj Rasul, disaat mayoritas penduduk
Makkah meragukan kebenaran tersebut. Semenjak peristiwa tersebut, gelar
“Ash-Shiddiq” senantiasa melekat padanya.
KEISTIMEWAAN ABU BAKAR
Abu Bakar adalah sahabat
terdekat Rasulullah SAW. Sebagai orang yang pertama memeluk Islam
dan berkorban harta serta jiwa untuk melepaskan beberapa sahabat dari siksaan
yang datang dari kalangan kafir Quraish atas keislaman yang mereka peluk,
seolah-olah meletakkan Abu Bakar sebagai sahabat termulia di hadapan Allah dan
Rasul-Nya. Selain itu, beliau juga menjadi satu-satunya sahabat yang menemani
Rasul saat Hijrah ke Madinah.
Kemuliaan tersebut dikuatkan dengan loyalitas dan totalitas perjuangan
menegakkan agama Allah bersama Rasul semenjak awal era keislaman. Bahkan, dalam
setiap perang yang dipimpin oleh Nabi, nama Abu Bakar senantiasa ada. Ketegaran
dan semangat jihad Abu Bakar pulalah yang menjadikannya tidak ragu untuk
menghunuskan pedang melawan Abdullah, putra Abu Bakar sendiri yang berperang
dalam barisan kafir Quraisy pada perang Badar. Nama Abu Bakar juga tercatat
sebagai sahabat yang berjasa besar melindungi Rasul pada saat terjadi serangan
bertubi-tubi dalam perang Uhud. Keistimewaan lain dari Abu Bakar adalah
satu-satunya orang yang dipercayai Rasul menggantikan beliau untuk mengimami
sholat, pada saat beliau sakit.
Dari segala keistimewaan tersebut, wajar jika akhirnya beliau terpilih
menjadi khalifah pertama bagi kaum muslimin, setelah wafatnya Rasulullah SAW.
PROBLEMATIKA MUHAJIRIN DAN ANSHAR
Kepiwaian Abu Bakar dalam berdiplomasi sudah terlihat
nyata bahkan sebelum terpilih menjadi khalifah. Perdebatan antara dua
kelompok; Muhajirin dan Anshar terkait kelompok mana yang paling berhak memegang legitimasi
kekuasaan setelah wafatnya Rasul, mampu beliau selesaikan.
Kelompok Anshar merasa
bahwa mereka adalah kelompok yang paling berhak
untuk memimpin. Menurut mereka, Madinah adalah negeri yang mereka miliki
sedangkan kalangan Muhajirin hanya pendatang. Sehingga pasca wafatnya Rasul,
sangat wajar jika mereka kembali berkuasa. Kondisi ini yang mendorong kalangan
Anshar memilih Sa’ad bin Ubadah, pimpinan bani Khazraj sebagai pimpinan baru
kaum muslimin.
Sebaliknya, kondisi lebih rumit jika melihat pada realitas bahwa bangsa
Arab pada waktu itu sulit menerima. Bahkan, akan menolak dan tidak segan-segan
untuk mengangkat senjata jika dipimpin oleh suku di luar Quraisy. Situasi ini
telah meletakkan umat Islam pada jurang perpecahan dimana dua argumentasi yang
diusung oleh Muhajirin dan Anshar sama-sama kuat, hanyalah kebijakan netral
yang dapat memberikan solusi dari permasalahan pelik tersebut. Disinilah
kebijakan Abu Bakar terlihat dan dapat diterima oleh dua kelompok yang
bersengketa.
Abu Bakar dengan kebesaran hatinya bangga dan menghargai pengorbanan serta
loyalitas Anshar yang berjuang menegakkan Islam, sehingga kaum muslimin menjadi
kelompok yang diperhitungkan. Dedikasi tanpa henti dan kesetiaan pada Rasul
hingga beliau meninggal adalah bukti tingginya akhlak para Anshar. Sehingga
secara logika, kaum Anshar berhak mendapatkan kemuliaan menjadi pimpinan kaum
muslimin.
TAWARAN SOLUSI ABU BAKAR
Akan tetapi, Abu Bakar meminta kalangan
Anshar untuk berfikir dengan jernih dan hati yang bersih. Hal ini terkait
realitas bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang sulit menerima kepemimpinan di
luar Quraisy. Jika dipaksakan, bisa jadi umat Islam akan terpecah, dan itu
adalah kerugian bahkan bencana. Sebagai solusi dari permasalahan ini, Abu Bakar
meminta para pembesar dari kalangan Anshar yang berkumpul di Tsaqifah Bani
Saidah untuk memilih satu diantara dua orang Quraisy yang hadir pada pertemuan
tersebut, yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai khalifah
yang baru.
Karendahan hati Abu Bakar dalam memberikan solusi dengan tidak menyatakan
dirinya sebagai calon khalifah. Padahal sangat nyata bahwa keistimewaan Abu
Bakar di antara para sahabat Muhajirin adalah realitas yang tidak terbantahkan.
Hal inilah yang kemudian menggerakkan hati para pembesar Anshar untuk kemudian
membaiat Abu Bakar menjadi khalifah, yang juga disetujui oleh kalangan
Muhajirin tentunya.
PRAKTIK LAIN DARI DIPLOMASI ABU
BAKAR
Kepiawaian Abu Bakar dalam berdiplomasi juga terlihat nyata dalam
menghadapi beberapa problematika. Khususnya pada beberapa kelompok muslimin
yang enggan membayar zakat pasca meninggalnya Rasul. Sikap Abu Bakar yang tegas
di satu sisi dan lunak di sisi yang lain menjadikan kurang dari dua tahun
permasalahan tersebut bisa terselesaikan dengan baik. Ketegasan Abu Bakar
terlihat nyata dengan memerangi mereka yang tidak mentaati perintah Allah.
Namun sebaliknya sikap pemurahnya terlihat di kala dengan sangat ringan hati
menerima kembali beberapa kelompok yang bertaubat dan kembali ke jalan Allah.
Padahal sebelumnya telah nyata-nyata memberontak.
Diplomasi nyata Abu Bakar juga terlihat
saat beliau dapat meyakinkan suku-suku yang hidup di sekitar Madinah, yang secara
keyakinan agama berbeda. Suku Najran yang berlatar belakang Kristen, yang
semenjak kepemimpinan Rasul diberikan kebebasan untuk menjalankan agama mereka,
di era kepemimpinan Abu Bakar situasi ini tidak berubah, dengan konsekuensi
tetap membayar jizyah (upeti) sebagai jaminan
perlindungan.
Begitu pula kabilah Hiran yang
ditaklukkan oleh Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan muslimin yang
diangkat oleh Abu Bakar, juga diberikan kebebasan menjalankan perintah agama
yang mereka yakini, dengan syarat menjalankan kewajiban membayar jizyah.
Kondisi yang sama juga berlaku kepada penduduk Basrah. Artinya, masa
kepemimpinan Abu Bakar bisa berjalan dengan baik di kala perdamaian antar
kabilah-kabilah yang berada di dalam dan luar Madinah dapat terjaga,dan perdamaian
hanya tercipta dari kesuksesan proses diplomasi.
PENUTUP
Abu Bakar adalah tokoh panutan bagi setiap muslim. Keimanan yang tinggi
hingga menembus langit dan kesederhanaan yang membumi menjadikannya sahabat
terdekat Rasul sekaligus khalifah pertama bagi kaum muslimin.
Kurang dari dua tahun kepemimpinan Abu Bakar, segala rintang dan tantangan
yang dapat manghancurkan umat Islam dapat diselesaikan dengan baik. Perundingan
di Tsaqifah Bani Saidah, pemberontakan kelompok penentang pembayaran zakat dan
beberapa kesepakatan damai juga ditanda tangani, seperti perjanjian dengan
penduduk Najran, Hiran, dan Basrah adalah bukti nyata bagaimana proses
diplomasi berjalan pada track yang benar.
Sebagai khalifah pertama pasca wafatnya Rasul, Abu Bakar benar-benar
meletakkan pondasi yang kokoh bagi berlangsungnya khilafah islamiyyah pada
era-era setelahnya.
Semoga kita semua bisa meniru dan mengikuti jejak kemuliaan dan kepiawaian
Abu Bakar dalam berdiplomasi, insyaa Allah.
Selamat berpuasa, tetap di rumah dan peliharalah pola hidup bersih dan sehat.
Semangat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maju bersama madrasah, mohon beri komentar dan kritik yang bersifat membangun